Media Berperan Penting dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Denpasar (BisnisBali) – Memprihatinkan, saat ini masih banyak terjadi kasus pelecehan atau pun kekerasan pada perempuan dan anak. Selain mendapatkan derita fisik, mereka juga teraniaya secara batin karena dalam pemberitaan diposisikan sebagai objek media massa yang dianggap bernilai jual untuk pembaca.
Anak-anak yang seharusnya dilindungi pada saat bermasalah atau tertimpa musibah dari pemberitaan yang menyudutkan, tapi oleh media justru diungkap secara gamlang mulai dari nama, umur, tempat tinggal hingga tempat bersekolahnya. Hal ini tentu akan menimbulkan reaksi negatif dalam kehidupan sosial dan perkembangan jiwa anak.
Demikian terungkap dalam ”Pelatihan Komunikator Sosialisasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak”, Rabu (10/12) kemarin, di Bali Post.
Pembicara dalam pelatihan ini Luh Riniti Rahayu dari LSM Bali Sruti, Luh Putu Anggreni dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali, Widminarko dari Koran Tokoh, AG. Nyoman Nilawati dan Ratna Hidayati dari Koran Tokoh.
”Sebagai salah satu sarana sosialisasi yang paling efektif, media seharusnya bisa lebih selektif dalam pemberitaan karena media juga berperan penting dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ungkap Luh Riniti Rahayu.
Dalam hal ini tiap orang dituntut untuk memahami tentang gender, masa depan anak dan upaya yang bisa dilakukan dalam pemberdayaan dan perlindungannya.
Pengertian gender tidak sebatas pada fisik tapi pembagian peran serta tanggung jawab baik laki-laki maupun perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya.
Anggreni mengatakan, anak berhak memiliki masa depan yang cerah sekali pun pernah mengalami masa suram atau kasus tertentu.
“Melalui pemberitaan media, masyarakat akan menilai hanya berdasarkan isi wacana tanpa memberikan kesempatan pada korban atau pelaku untuk mengungkapkan apa yang dialami.
Media lebih menekankan nilai jual atau hiburan untuk pembaca, tanpa peduli kasus tersebut dialami anak yang masih mempunyai kesempatan memiliki masa depan cerah,” jelasnya.
Menanggapi pemberitaan media yang lepas dari kode etik penulisan ini, wartawan senior Widminarko merasa prihatin terhadap kondisi ini. Dikatakan, dalam kode etik wartawan sudah dipaparkan dengan jelas cara menulis atau penyampaian berita, namun justru saat ini makin banyak pemberitaan yang jauh dari kode etik penulisan.
Diharapkan melalui pelatihan ini, media massa lebih bijak mengelola informasi dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Diharapkan pula usaha ini tidak hanya gencar dilakukan kelompok-kelompok perempuan, tapi timbul sikap proaktif dari semua lapisan masyarakat.*rya
Seragam Sekolah Bergaya Sinetron, Undang Kekerasan Seksual
Kurang ketatnya peraturan sekolah saat ini turut berpotensi mengundang kekerasan sosial.
Ada aksi, ada reaksi…
Bagi sebagian orang mengatakan mengapa hanya siswi yang dipersalahkan dalam kekerasan terhadap wanita? Menurut saya, walaupun tidak sepenuhnya merupakan kesalahan siswi, tetapi cara berpakaian siswi mempunyai andil yang lebih besar untuk menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan oleh pria/siswa.
Pakaian yang ketat dan sebagainya seperti yang ditulis di harian Bali Post di bawah menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual.
Kalau siswi ber-aksi dengan pakaiannya, otomatis siswa/pria yang melihatnya akan be-reaksi. Walaupun kadar reaksinya berbeda-beda.
Kalau tidak ada aksi, reaksi yang ada akan minimal.
Ada aksi, ada reaksi. Ada sebab, ada akibat…
Kalau sekolah memberlakukan peraturan seketat tahun 80-an dan sebelumnya, rambut dikuncir atau dikepang, berpakaian masuk, sabuk hitam dipinggang (bukan dipinggul), rok di bawah lutut bagi siswinya. Sedangkan bagi siswa rambut tidak menyentuh krah baju, berpakaian masuk, sabuk hitam di pinggang. Rasanya bisa menekan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual.
http://balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=11&id=8972
» Berita Pendidikan
Sabtu, 20 Desember 2008 | BP
Seragam Sekolah Bergaya Sinetron, Undang Kekerasan Seksual
Denpasar (Bali Post) –
Kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa anak-anak dan pelajar putri di Bali tidak terlepas dari cara mereka berpakaian. Banyak pelajar putri yang menggunakan seragam sekolah bergaya
Read the rest of this entry »
Gubernur Bali Kukuhkan Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Bali
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali periode 2008 – 2011 dikukuhkan oleh Gubernur Bali Dewa Beratha, di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Guberbnur Bali, Rabu 28 Mei 2008. Gubernur Bali dalam sambutannya mengatakan dibentuknya Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali dilatar belakangi dengan banyaknya kasus-kasus anak di Bali seperti anak terlantar, anak jalanan, sengketa anak karena perceraian, kekerasan terhadap anak maupun kasus fedofilia, yang sangat membutuhkan adanya lembaga ini. Kehadiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) diharapkan mampu melakukan tugas-tugas secara koordinatif bersama lembaga terkait seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan lain-lain dapat membantu pemerintah untuk lebih memantapkan perlindungan anak dengan melakukan hal-hal seperti :
(1). Sosialisasi maupun advokasi dan fasilitasi kepada pihak terkait, dan pemerhati anak;
(2). Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kasus-kasus pelanggaran anak yang terjadi dalam lingkup lembaga dan masyarakat;
(3). Memfasilitasi tersedianya tempat pengaduan dan pelayanan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak serta melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan terkait pelanggaran hak-hak anak, termasuk memberikan pertimbangan kepada Gubernur.
Menurut Gubernur, dalam melakukan pengembangan dan perlindungan anak, perlu juga melibatkan peran berbagai pihak, masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan lain-lain. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin dari sejak janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun dengan bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, meletakkan kewajiban memberikan kepada anak dengan berdasarkan asas-asas: non diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan berkembang; penghargaan terhadap pendapat anak. Pada akhir sambutannya Gubernur mengatakan rangkaian kegiatan perlindungan terhadap anak perlu berkelanjutan, dilaksanakan secara terus menerus dan terarah demi perlindungan hak-hak anak guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki jiwa nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
http://www.baliprov.go.id/main/index.php?op=berita&id=1212113270
Direkomendasikan Tujuh Nama Anggota KPAID Bali
Denpasar (Bali Post) –
Akhirnya Komisi IV DPRD Bali merekomendasikan tujuh nama anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali, dari 14 nama yang lolos beberapa waktu lalu. Dari tujuh nama yang direkomendasikan, lima di antaranya perempuan dan dua pria. Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Bali Ketut Karyasa Adnyana, S.P. usai rapat tertutup di ruang komisinya, Jumat (15/2) kemarin.
Lima anggota KPAID Bali dari kalangan perempuan
Read the rest of this entry »